Rabu, 02 November 2016

Tafsir Klasik dan Tafsir Kontemporer



TAFSIR KLASIK DAN KONTEMPORER

A.      TAFSIR KLASIK

Awal mula munculnya penafsiran adalah sejak Al-Qur’an itu diturunkan, yaitu dimulai sejak masa Nabi Muhammad SAW (571-632H). Setiap kali ada ayat turun, Nabi Saw membacakannya dan menjelaskannya kepada para sahabat,terutama menyangkut ayat-ayat yang musykil (sulit dimengerti maksudnya). Namun model penafsiran Nabi waktu itu masih bersifat ijmali (global) dan disampaikan secara oral serta belum dirumuskannya metodologi tafsir secara akademis-sistematis.

Selanjutnya, setelah Nabi Saw wafat, tradisi penafsiran dilakukan oleh para sahabat, seperti Abdullah ibn Abbas (w.640),Abdullah ibn Mas’ud (w.653), Zayd ibn Tsabit (w.665),Ubay ibn Ka’b (w.640) ,dan sebagainya dengan pola dan system yang hampir sama dengan masa Nabi. [1]

Penafsiran pada masa sahabat juga masih bersifat oral dengan metode periwayatan. Sumber utama penafsiran mereka adalah Al-Qur’an itu sendiri, selain Al-Quran sumber penafsiran yang mereka gunakan yaitu hadis. Sebab banyak hadis yang merupakan penjelasan terhadap ayat-ayat yang musykil yang dulu ditanyakan sahabat kepada Nabi. Lalu mereka juga mengambil variasi bacaan(qira’ah) qur’an sebagai sumber penafsiran.

Setelah berakhirnya penafsiran pada masa sahabat, maka tradisi penafsiran dilanjutkan oleh generasi para tabi’in.  Pada masa tabi’in ini mulai muncul aliran-aliran tafsir. 
Ada 3 aliran yang menonjol di era tabi’in,yaitu: 

1.       Aliran makkah, seperti Sa’id bin Jubayr (w.sekitar 712-713 M),Ikrimah (w.723 M), dan Mujahid ibn Jabr (w. 722 M). yang ketika itu mereka berguru kepada sahabat Ibnu Abbas.

2.       Aliran Madinah, seperti Muhammad bin Ka’b (w.735 M),Zayd ibn Aslam al-Qurazhi (w. 735 M), dan Abu Aliyah (w.708 M) yang berguru kepada sahabat Ubay ibn Ka’b.

3.       Aliran Iraq, seperti ‘Alqamah ibn Qays (w. 720 M) , ‘Amir al-Sya’bi (w.723 M),  Hasan Al-Bashri  (w. 738 M), Qatadah ibn Di’amah al-Sadusi (w. 735 M) mereka berguru kepada sahabat Abdullah bin Mas’ud.[2]

Tafsir  di masa Nabi SAW,sahabat dan permulaan masa tabi’in dapat dikategorikan sebagai tafsir era qabla tadwin (sebelum kodifikasi) atau disebut juga sebagai periode pertama. Sedangkan periode kedua , bermula dengan kodifikasi hadis secara resmi pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz(99-101 H) dimana tafsir ketika itu masih bergabung dengan hadis dan dihimpun dalam satu bab seperti bab-bab hadis. Periode kedua ini berlanjut hingga periode ketiga dengan munculnya kodifikasi tafsir secara khusus dan terpisah dari hadis, yang oleh para ahli diduga dimulai oleh al-Farra’ (w. 207) dengan kitabnya Ma’anil al-Qur’an.


Pada periode ketiga itulah era pasca para tabi’in yaitu generasi atba’ tabi’in.  Tokoh-tokohnya antara lain Yazid ibn Harun al-Sulami (w.117 H), Sufyan ibn ‘Uyainah (w.198 H),Syu’bah ibn Ubaidah  (w.205) Abdur Razzaq ibn Hammam (w.211 H).  Pada masa ini lah, pembukuan tafsir  dilakukan secara khusus, yang menurut para sejarawan dimulai pada akhir Dinasti Umayyah dan awal Dinasti Abbasiyah.[3]

Terjadi semacam pergeseran paradigma mengenai rujukan penafsiran antara era sahabat dengan era tabi’in. Pada era tabi’in sudah mulai banyak menggunakan sumber-sumber isra’illiyat sebagai rujukan penafsiran, terutama terhadap ayat-ayat yang berupa kisah dimana al-Qur’an hanya menceritakan secara global. Hal ini disebabkan banyaknya ahli kitab yang masuk Islam dan para tabi’in ingin mencari informasi secara detil tentang kisah-kisah yang masih global dari mereka, seperti Abdullah ibn Salam, Ka’b al-Akhbar, Wahb ibn Munabbih dan Abdul Malik ibn Abdul Aziz ibn Juraij.[4]

Apapun pergeseran dan perubahan yang terjadi dari era sahabat ke tabi’in tersebut,namun yang jelas tradisi penafsiran Al-Qur’an waktu itu cukup tumbuh dan berkembang sampai berakhirnya masa tabi’in.

B.      TAFSIR KONTEMPORER

Penafsiran pada era ini dimulai sejak akhir abad 18 M, bermula pada masa syaikh Muhammad Abduh (1849-1905 M), corak-corak penafsiran tersebut mulai berkurang dan perhatian lebih banyak tertuju kepada corak sastra budaya kemasyarakatan. Yakni satu corak tafsir yang menjelaskan petunjuk-petunjuk ayat al-Qur’an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat,serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk ayat-ayat, dengan mengemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah di didengar.[5]

Tokoh-tokohnya antara lain :

·         Di Mesir, munculah tafsir Muhammad Abduh,Rasyid Ridha, Ahmad Khalaf, dan Muhammad Kamil.
·         Di Belahan Indo-Pakistan, seperti Abu Azad, Al Masriqqi, G.A Parws,
·         Di Timur tengah, antara lain Amin Al-Khully (w.1978), Hasan Hanafi, Bita Shathi (w.2000), Nasr Abu Zayd, Muhammad Shahrur, dan Fazlur Rahman.[6]

Merujuk pada temuan ulama kontemporer, yang dianut sebagian pakar al-Qur’an pemilihan metode tafsir Al-Qur’an kepada empat metode Ijmali(global), Tahlili(analisis),Muqarin(perbandingan), dan Maudlui(tematik), ditambah satu metode yaitu metode Kontekstual (Menafsirkan al-Qur’an berlandaskan pertimbangan latar belakang sejarah,sosiologi,budaya,adat-istiadat, dan pranata-pranata yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat Arab sebelum dan sesudah turunnya Al-Qur’an).

Perbedaan Tafsir Klasik dan Tafsir Kontemporer
Jenis tafsir
Sumber penafsiran
Metode penafsiran
Corak penafsiran
Karakteristik penafsiran
Tafsir Klasik
Al-Qur’an, Hadist Nabi saw, riwayat para sahabat, riwayat para tabi’in, riwayat Tabi’inat tabi’in, cerita ahli kitab, Ijtihad.
Tafsir bil ma’tsur
Pembahasannya bercorak ijmaly (global)
Bersifat ijmaly dengan periwayatan Rasulullah Saw, Ijtihad sahabat dan dipengaruhi oleh cerita ahli kitab.
Tafsir Kontemporer
Al-Qur’an, Hadist Nabi saw,Tafsir dari Sahabat, Tabi’in dan tabi’int tabi’in, kaidah bahasa arab dan segala cabangnya, ilmu pengetahuan yang berkembang,Ijtihad, Pendapat para mufasir terdahulu.
Menggabungkan Tafsir bil ma’tsur dan tafsir bil ra’yi
Pembahasannya bercorak ijmaly, tahlily(detail), muqaran (penggabungan), maudhu’iy (tematik)
Mengembangkan berdasarkan aspek keilmuan



DAFTAR PUSTAKA :
Munawir Fajrul, dkk. AL-QUR’AN.2005.Yogyakarta:Pokja Akedemik UIN Sunan Kalijaga.
Mudawari Syamsul. TAFSIR-ILMU TAFSIR.Blitar:DIKTAT MA MA’RIF NU KOTA BLITAR.


[1] Munawir Fajrul, dkk. AL-QUR’AN.2005.Yogyakarta:Pokja Akedemik UIN Sunan Kalijaga. Hal.127
[2] Munawir Fajrul, dkk. AL-QUR’AN.2005.Yogyakarta:Pokja Akedemik UIN Sunan Kalijaga. Hal. 131
[3] Munawir Fajrul, dkk. AL-QUR’AN.2005.Yogyakarta:Pokja Akedemik UIN Sunan Kalijaga. Hal. 132-133
[4] Munawir Fajrul, dkk. AL-QUR’AN.2005.Yogyakarta:Pokja Akedemik UIN Sunan Kalijaga. Hal. 133
[5] Munawir Fajrul, dkk. AL-QUR’AN.2005.Yogyakarta:Pokja Akedemik UIN Sunan Kalijaga. Hal. 143
[6] Mudawari Syamsul. TAFSIR-ILMU TAFSIR.Blitar:DIKTAT MA MA’RIF NU KOTA BLITAR. Hal. 22

Kepemimpinan menurut pandangan Islam



Syarat-syarat dalam memilih Pemimpin menurut pandangan Islam

Oleh: Prasetyo Adi Sutopo

Secara etimologi kepemimpinan berasal dari kata dasar “pimpin”. Dengan mendapat awalan me menjadi “memimpin”, maka berarti menuntun,menunjukkan jalan dan membimbing. Perkataan memimpin bermakna sebagai kegiatan, sedang yang melaksanakannya disebut pemimpin. Bertolak dari kata pemimpin berkembang menjadi perkataan kepemimpinan, berupa penambah awalan ke dan akhiran pada kata pemimpin.

Secara terminologi kepemimpinan dapat didefinisikan berupa kegiatan mengetuai atau mengepalai,memandu dan melatih dalam arti mendidik dan mengajari supaya dapat mengerjakan sendiri.
Dalam islam kepemimpinan didefinisikan sebagai kegiatan menuntun ,membimbing,memandu, dan menunjukkan jalan yang di ridhai Allah SWT. Kegiatan yang dimaksud yaitu untuk menumbuhkan kemampuan mengerjakannya sendiri dilingkungan orang-orang yang dipimpin, dalam usahanya mencapai ridha Allah SWT selama kehidupannya didunia dan akherat kelak. Seperti terdapat dalam firman Allah swt. Di dalam Surat Al-A’raf ayat 43 :“Segala pujian untuk Allah yang telah memimpin kami untuk mendapatkan surga ini, tidaklah kami akan menemui jalan ini, sekiranya Allah tidak memimpin kami.”
Tidak semua orang layak menjadi seorang pemimpin. Karena jabatan ini mempunyai tugas yang besar dan sangat penting.
Adapun syarat-syarat dalam memilih pemimpin menurut islam dalam kitab Al-Islamu jilid 2 karangan Imam Sa’id Hawwa yang antara lain:

1.      Islam 
            Syarat pertama seorang pemimpin atau khilafah yaitu beragama islam. Karena tugas seorang pemimpin adalah menegakkan agama islam dan mengarahkan politik kenegaraan secara islami. Tentu tidak patut tugas semacam itu diserahkan kepada orang yang bukan muslim. Dalam Firman Allah swt. Allah swt dengan tegas melarang kita dalam memilih atau mengangkat orang-orang non muslim sebagai pemimpin.
“Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi pemimpin dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah.” (Q.S. Ali Imron:28).

2.      Laki-laki

            Pemimpin di isyratkan harus seorang laki-laki. Karena karakter wanita tidak patut menjadi kepala negara. Tugas pemimpin yaitu menuntut kerja keras,tenanga yang melelahkan, aktivitas yang berkesinambungan, kepemimpinan militer dan mengatur seluruh urusan.
Dalam Islam melarang mengangkat wanita menjadi kepala negara berdasarkan sabda rasulullah. “Tidak akan beroleh kejayaan suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada wanita.” (H.R. Ahmad).

3.      Baligh 

Seorang pemimpin haruslah yang sudah mukallaf,akil dan baligh. Karena pemimpin adalah yang akan memimpin orang lain. Sedangkan anak-anak,orang gila, dan kurang akal memimpin dirinya sendiri pun tidak mampu, apalagi memimpin orang lain. Hal itu dijelaskan dalam Sabda Rasulullah saw:
“Diangkat pena dari tiga orang: anak-anak sampai ia dewasa,orang tidur sampai bangun dan orang gila sampai ia waras.” (H.R. Abu Daud).

4.      Berilmu 

Seorang pemimpin haruslah berpengetahuan, terutama dalam pengetahuan keislaman. Karena tugas seorang pemimpin adalah menegakkan dan melaksanakan Islam serta mengarahkan politik kenegaraan sesuai dengan ketentuan Islam. Tidak pantut dicalonkan seorang pemimpin apabila orang itu tidak berpengetahuan mendalam dalam masalah hukum hukum islam.
Seorang pemimpin belum dipandang cukup hanya memiliki pengetahuan hukum islam, selain itu juga menguasai ilmu sejarah negara-negara, undang-undang internasional, perjanjian-perjanjian multilateral, hubungan politik,perdagangan antar negara. Karena serorang pemimpin harus seorang intelek yang berpengetahuan tinggi dilengkapi dengan ilmu-ilmu modern.

5.      Adil 

Seorang pemimpin yaitu harus adil. Karena seorang pemimpin adalah suatu jabatan paling mulia di antara kedudukan-kedudukan yang memerlukan keadilan.
Keadilan menurut para fuqaha, harus dihiasi dengan kefardhuan dan keutamaan serta terhindari dari dosa,kekejian, dan seluruh hal-hal yang merusak harga diri manusia.

6.      Memiliki kemampuan

Seorang pemimpin haruslah orang yang mampu memimpin manusia daan mengerahkannya serta mampu mengendalikan manajemen dan politik. Barang siapa yang mampu meneggakkan keadilan maka sesungguhnya ia telah mampu melaksanakan apa yang diperintahkan Allah.

7.      Tidak cacat

Sebagian ulama berpendapat orang yang akan menjadi pemimpin tidak cacat mental dan indera, seperti buta,tuli, dan sebagainya. Mereka beralasan kecacatan semacam itu akan menggangu dan mengurangi kemampuan kerjanya.

Demikian syarat-syarat dalam memilih pemimpin menurut Imam Sa’id Hawwa dalam kitabnya Al-Islamu.

Namun lain halnya syarat-syarat dalam memilih pemimpin menurut Imam Mawardi. Imam mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaniyah mengatakan:

“Seorang pemimpin itu hendaknya seorang yang kokoh iman dan takwanya,mulia akhlaknya,dan mampu bersikap adil dan jujur,berilmu dan cerdas, mampu menjelaskan tugas dan konsekuen memikul tanggung jawab yang diamanahkan kepadanya,sehat jasmani dan rohaninya dan ia harus memiliki kemampuan dan keberaniann untuk menegakkan keadilan serta melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.”

Sumber :
Nawawi,Hadari. 1993.KEPEMIMPINAN MENURUT ISLAM.GADJAH MADA PRESS:Yogyakarta.
Hawwa,Sa’id.2002.Al Islam, Edisi lengkap Jilid 2. Al-I’tishom Cahaya Umat:Jakarta.
Imam Mawardi. Al-Ahkam As-Shulthoniyah.
 

Pendidikan Pancasila



URGENSI PENDIDIKAN PANCASILA PARADIGMA BARU PANCASILA 

1.      Pengertian paradigma 
Secara etimologi paradigma berasal dari kata Paradigm. Yang berarti  konsep,pola, atau model. Secara terminologi paradigma merupakan suatu kerangka konseptual,termasuk nilai,teknik dan mode yang disepakati dan digunakan dalam memahami atau mempersepsi segala sesuatu.
2.      Pancasila sebagai paradigma 
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa, pancasila sebagai sistem nilai acuan,kerangka konseptual,pola acuan berpikir untuk dijadika kerangka landasan dasar dan tujuan pancasila yang menyandangnya. Yang menyandangnya meliputi yaitu: bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial budaya, bidang hukum, bidang kehidupanumat beragama. 
·         Pancasila sebagai paradigma pembangunan 
Nilai-nilai pancasila menjadi dasar acuan atau kerangka dan tolak ukur aspek pembangunan yang dilakukan di Indonesia.

Adapun pembagiannya pancasila sebagai paradigma pembangunan:
1.      Pancasila sebagai paradigma pembangunan politik : pancasila bersifat social-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dalam nilai-nilai pancasila.
2.      Pancasila sebagai  paradigma pembangunan ekonomi : system ekonomi harus dikembangkan menjadi system dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
3.      Pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial budaya : pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
4.      Pancasila sebagai paradigma pembangunan hukum : substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam pancasila.
5.      Pancasila sebagai paradigm pembangunan kehidupan umat beragama : guna teciptanya kerukunan umat beragama.



KEDUDUKAN PANCASILA DI INDONESIA SEBAGAI DASAR, FILSAFAT,  ATAU IDEOLOGI NEGARA 

1.      Pancasila sebagai dasar, filsafat dan ideologi negara:

a.       Pancasila sebagai Dasar Negara 

Pancasila sebagai dasar negara  adalah sebagai  cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, serta menjadi tujuan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia.

b.      Pancasila sebagai Filsafat 

Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila Pancasila setiap sila pada hakikatnya merupakan suatu asas sendiri,fungsi sendiri-sendiri,namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang sistematis.

c.       Pancasila sebagai Ideologi

Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia Pancasila merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain didunia, namun pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan  serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia.

2.      Beberapa pemikiran tentang filsafat pancasila :

a.       Drikarya dalam tulisannya pancasila dan religi (1957) berpendapat bahwa pancasila berisi dalil-dalil filsafat.
b.      Soediman Kartohadiprodjo,dalam bukunya beberapa pekiraan sekitar pancasila (1980) mengemukakan bahwa: pancasila itu adalah filsafat bangsa indonesia. Kelima sila itu merupakan inti-inti,soko guru dari pemikiran yang bulat.
c.       Notonagoro, dalam berbagai tulisannya berpendapat bahwa kedudukan pancasila dalam negara RI sebagai dasar negara dalam pengertian filsafat. Sifat kefilsafatan dari dasar negara tersebut terwujudkan dalam rumusan abstrak umum universal dari kelima sila pancasila.
d.      Dardji Darmodiharjo, mengemukakan bahwa pancasila dapat dikatakan sebagai filsafat yang idealistis,theis, dan praktis.
Idelistik artinya dalam pancasila berisi nilai-nilai atau fikiran terdalam tentang kehidupan yang dipandang baik.
Theis,artinya dalam pancasila berisi filsafat yang mengakui adanya kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Praktis, artinya dalam pancasila bukan hanya berisi kebenaran teoritis,tetapi dititikberatkan pada pelaksanaannya.
e.       Soerjanto Poespowardojo, mengemukakan bahwa pancasila sebagai orientasi kemanusiaan.

3.      Empat Pilar Kebangsaan : Pancasila,UUD 45,Bhinneka Tunggal Ika, NKRI.

a.       Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari bahasa Sanksekerta; panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan berneagara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun pancasila adalah Ketuhana Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (pembukaan) Undang-Undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya pancasila.

b.      UUD  45
Undang-Undang Dasar 1945 adalah hukum dasar tertulis, konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sesejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia berlaku Konstitusi RIS dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlak 1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuh kan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan(amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
c.       NKRI
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang dibentuk berdasarkan semangat kebangsaan (nasionalisme) oleh bangsa Indonesia yang bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban duhnia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
d.      Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal Ika adala moto  atau semboyan Indonesia. Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno dan sering kali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”
Diterjemahkan per patah kata, kata Bhinneka berarti “beraneka ragam”. Kata neka dalam bahasa sanksekerta berarti “macam” dan menjadi pembentuk kata “aneka” dalam Bahasa Indonesia. Kata Tunggal  berarti “satu”. Kata ika berarti “itu”. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “beraneka satu itu“ yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan, yang menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari atasa beraneka ragam budaya,bahasa daerah,ras, suku bangsa,agama dan kepercayaan.

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT 

1.      Filsafat Sebagai Sistem 

Kesatuan sila-sila pancasila merupakan bersifat herarkis dan mempunyai bentuk piramidal,digunakan untuk menggambarkan hubungan herarki sila-sila pancasila dalam urutan urutan luas dan dalam pengertian inilah hubungan kesatuan sila-sila pancasila itu dalam arti formal logis.

2.      Aspek Ontologi Sila-Sila Pancasila

Manusia sebagai pendukung pokok sila-sila pancasila secara ontologis memilki hal-hal yang mutlak,yaitu dari atas susuna kodrat,raga dan jiwa jasmani dan rokhani,sifat kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, oleh karena kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara hierarkhis sila pertama Ketuhanan yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila-sila pancasila yang lainnya.

3.      Aspek Epistemologis Sila-Sila Pancasila

Dalam kehidupan sehari-hari pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta,manusia,masyarakat,bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan.

4.      Aspek Aksiologis Sila-Sila Pancasila

Sila-sila sebagai suatu sistem filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar aksiologisnya sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Terdapat berbagai maam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandangnya masing masing dalam menentukan tentang pengertian nilai dan hierarkhinya.

5.      Keterkaitan antar sila sebagai Kesatuan

Kesatuan sila-sila pancasila memiliki sifat saling mengisi dan saling mengkualifikasi :
1.      Sila Ketuhanan yang Maha Esa adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, bepersatuan Indonesia,berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaa dalam permusyawarakatan/perwakilan dan berkeadilan sosal bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.      Sila Kemanusiaan yang Adil Dan Beradab, adalah ber-Ketuhanan yang maha esa, bepersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarakatan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3.      Sila Persatuan Indonesia, adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa,berkemanusiaan yang adil dan beradab,bepersatuan Indonesia dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
4.      Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, adalah ber-Ketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, bepersatuan Indonesia dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.      Sila Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, adalah ber Ketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab,bepersatuan Indonesia , dan berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan/perwakilan.

PANCASILA DAN IDEOLOGI BANGSA 

1.      Filsafat Sebagai Pandangan Hidup (Filsafat Hidup)

Suatu pandangan hidup yang dijadikan dasar setiap tindakan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, juga dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi dalam kehidupan.

2.      Filsafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup

Semua aktifitas kehidupan bangsa Indonesia sehari-hari harus sesuai dengan sila-sila pancasila,karena pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki dan bersumber dari kehidupan bangsa Indonesia sendiri.

3.      Filsafat Dan Ideologi Pancasila 

Filsafat sebagai dasar dan sumber perumusan Ideologi menyangkut strategi dan doktrin, dalam menghadapi permasalahan yang timbul didalam kehidupan bangsa dan negara,termasuk didalamnya menentukan sudut pandang dan sikap dalam menghadapi berbagai aliran atau sitem filsafat yang lain.

4.      Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa

Ideologi pancasila adalah bersifat aktual,dinamis,antisipatif, dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan perkembangan zaman,ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.


KONSTITUSI DAN TATA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM KEHIDUPAN KENEGARAAN   

1.      Pengertian Konstitusi:
 :
a.       Untuk memeberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik.
b.      Untuk menjamin hak rakyat dan pemerintah
c.       Untuk melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasaan sendiri

3.      Fungsi Konstitusi :
a.       Sebagai sumber hukum tertinggi
b.      Sebagai alat yang membatasi kekuasaan
c.       Sebagai pelindung hak asasi manusia dan kebebasan warga suatu negara

4.      Macam-Macam Konstitusi :
a.       Konstitusi tertulis : suatu peraturan yang dituangkan dalam suatu dokumen tertentu,
b.      Konstitusi tidak tertulis : suatu peraturan yang tidak diterangkan dalam suatu dokumen tertentu yang terpilihara dalam ketatanegaraan suatu negara.

5.      Sumber Konstitusi Indonesia :
a.       Pancasila, sebagai dasar negara,falsafah dan ideologi,yang didalamnya memuat nilai-nilai luhur.
b.      Nilai-nilai luhur itu tertuang dalam pembukaan undang-undang dasar 1945, atau yang dikenal dengan preambule UUD 1945.

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

1.      Sejarah Pembentukan UUD 1945

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD 1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1 Juni 1945 , Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang “Dasar Negara’” yang diberi nama Pancasila. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI memebentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat “ dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya” maka naskah Piagam Jakarta menjadi naskah pembukaan UUD 1945 yang disah kan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua BPUPKI. Masa Sidang Kedua tanggal 10-17 juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

2.      Reformasi UUD 1945

Undang-Undang dasar 45 R.I telah mengalami proses amandemen (perubahan-perubahan). Sejak mei 1998 bangsa Indonesia bertekad mereformasi berbagai bidang kehidupan kenegaraan. Salah satunya adalah reformasi hukum dan sebagai realisasi dari reformasi hukum itu adalah perubahan terhadap pasal-pasal didalam UUD 1945. Sejak tahun 1999 sampai tahun 2002 Majelis Permusyawaratan Rakyat R.I telah empat kali menetapkan perubahan pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945.

a.       Perubahan Pertama

Ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999. Ada 9 pasal yang dirubah yaitu pada pasal: 5,7,9,13,14,15,17,20, dan 21. Perubahan tersebut ditujukan untuk mengurangi kewenangan presiden dan lebih memberdayakan peran DPR,khususnya sebagai lembaga kontrol terhadap pemerintah (eksekutif) yang selama orde baru tidak berjalan.

b.      Perubahan Kedua

Dilakukan pada sidang tahunan MPR, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 2000. Ada 26 pasal yang diubah dan ditambah, yaitu pasal 18,18A,18B, pasal 19,20 ayat 5,20A,pasal 22 A,22B, pasal 25 E, pasal 26 ayat 2 dan 3, pasal 27 ayat 3, pasal 28,28A,B,C,D,E,F,G,H,I,J, pasal 30, pasal 36A,36B,36C.
Perubahan tersebut mengenai pemerintahan daerah,wilayah negara, DPR,warga negara dan penduduk, hak asasi manusia, pertahanan dan keamanan negara dan lambang negara serta lagu kebangsaan.

c.       Perubahan Ketiga 

Ditetapkan oleh MPR, pada tanggal 9 November 2001.
Perubahan tersebut pada pasal : 1 ayat 2 dan 3, pasal 3 (ayat 1,3 dan 4), pasal 6 ayat 1 dan 2, pasal 6A ayat 1,2,3,dan 5, pasal 7A,pasal 7B ayat 1,2,3,4,5,6,7, pasal 7C,pasal 8 ayat 1 dan 2,pasal 11 ayat 2 dan 3,pasal 17 ayat 4, pasal 22C ayat 1,2,3,4, pasal 22D ayat 1,2,3,4, pasal 22E ayat 1,2,3,4,5,6, pasal 23 ayat 1,2,3 pasal 23A,pasal 23C, pasal 23 E ayat 1,2,3, pasal 23 F ayat 1 dan 2, pasal 23 G ayat 1 dan 2,pasal 23A,pasal 23 C,pasal 23 ayat 1,2,3, pasal 23F ayat 1 dan 2, pasal 23 G ayat 1 dan 2, pasal 24 ayat 1 dan 2, pasal 24A ayat 1,2,3,4,5, pasal 24B ayat 1,2,3,4, oasal 24 C ayat 1,2,3,4,5,6.


Perubahan tersebut tentang: 

·         Kedaulatan ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (pasal 1 ayat 2)
·         Negara Indonesia adalah negara hukum ( pasal 1 ayat 3)
·         Tugas MPR mengubah dan menetapkan UUD (pasal 3 ayat 2)
·         MPR melantik presiden atau wakil presiden ( pasal  ayat 2)

d.      Perubahan Ke Empat

Dilakukan pada sidang tahunan MPR bulan Agustus 2002. Pasal-pasal yang diamandemen didalam sidang MPR tahun 2002 meliputi antara lain:

·         Warga negara berhak mendapat pendidikan  (pasal 31 ayat 1)
·         Anggaran pendidikan minal 20% dari APBN dan APBD (pasal 31 ayat 4)
·         Negara memajukan kebudayaan Nasional Indonesia (pasal 32 ayat 1)
·         Fakir miskin dan anak yang terlantar dipelihara oleh negara (pasal 34 ayat 1)
·         Negara bertanggung jawa atas penyediaan fasilitas umum (pasal 34 ayat 3)
·         Dll.

3.      Struktur Negara Indonesia

Struktur sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 menganut sistem demokrasi yaitu sistem pemerintahan dari rakyat, rakyat sebagi asal mula kekuasaan negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-citanya. Dalam kehidupan kenegaraan yang menganut sistem demokrasi akan selalu menemukan adanya Supra Struktur Politik dan Infra Struktur Politik sebagai komponen pendukung tegaknya demokrasi, yang meliputi lembaga Legislatif, lembaga Eksekutif, lembaga Yudikatif.

Lembaga-lembaga Negara atau alat-alat perlengkapan negara meliputi: 

·         Majelis Permusyawaratan Rakyat
·         Dewan Perwakilan Rakyat
·         Presiden
·         Mahkamah Agung
·         Badan Pemeriksa Keuangan



Adapun infra struktur politik suatu negara demokrasi terdiri atas lima komponen sebagai berikut : 

·         Partai Politik
·         Golongan (Yang Tidak Berdasarkan Pemilu)
·         Golongan Penekan
·         Alat Komunikasi Politik
·         Tokoh-Tokoh Politik

SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA 

1.      Pengertian Sistem Pemerintahan 
:
Sistem yang menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum minoritas dan mayoritas, menjaga fondasi pemerintahan,menjaga kekuatan politik,ekonomi,pertahanan,keamanan, sehinga sistem pemerintahan yang berkelanjutan dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.

2.      Macam-macam Sistem pemerintahan Indonesia dari masa ke masa :

·         Sistem Pemerintahan Tahun 1945-1949

Sistem Pemerintahan : Presidensial
Bentuk Pemerintahan : Republik
Konstitusi                   : UUD 195
Pada awalnya sistem pemerintahan presidensial ini digunakan setelah kemerdekaan Indonesia. Namun karen kedatangan sekutu pada agresi militer,berdasarkan Maklumat Presiden no X pada tanggal 16 November 1945 terjadi pembagian kekuasaan. Kekuasaan tersebut dipegang oleh perdana menteri sehingga sistem pemerintahan Indonesia berganti menjadi sistem pemerintahan parlementer.

·         Sistem Pemerintahan Tahun 1949-1950 

Bentuk Negara           : Serikat
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan  : Parlementer Semu
Konstitusi                   : Konstitusi RIS
Bentuk pemerintahan ini merupakan serikat dengan konstitusi dengan RIS, sehingga sistem pemerintahan yang digunakan adalah parlementer, namun karena sistem yang ditetapkan tidak secara keseluruhan atau bersifat smu maka sistem pemerintahan pada saat itu disebut parlementer semu.

·         Sistem Pemerintahan Tahun 1950-1959

Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer
Konstitusi : UUDS 1950

UUDS 1950 merupaka konstitusi yang berlaku di negara Indonesia sejak 17 Agustus 1950 sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Presiden Soekarno menegeluarkan Dekrit tersebut yang diumumkan dalam sebuah upacara resmi di Istana Merdeka.

·         Sistem Pemerintahan Tahun 1959-1966 (Orde Lama)

Bentuk Negara           : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan  : Presidensial
Konstitusi                   : UUD 1945

Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 yang berisi: 

a.       Tidak berlakunya UUDS (Undang-Undang Dasar Serikat) 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
b.      Pembubaran Badan Konstitusional
c.       Membentuk MPR sementara dan DPA sementara.

·         Sistem Pemerintahan Tahun 1966-1998 (Orde Baru)

Bentuk Negara            : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi                  : UUD 1945.

·         Sistem Pemerintahan Tahun 1998 - Sekarang

Bentuk Negara            : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan  : Presidensial




Sumber :
Rukiyati,dkk.2015.Pendidikan Pancasila.Yogyakarta:UNY Press.
Ul-Munir,Misbah.2016.Suplemen Mata Kuliah PANCASILA.Yogyakarta:UIN SUNAN KALIJAGA.