Sabtu, 04 Mei 2019

BUKU “ EPISTIMOLOGI ILMU NAHWU “


REVIEW BUKU
“ EPISTIMOLOGI ILMU NAHWU “
Oleh : Prasetyo Adi Sutopo


PENDAHULUAN

A.    IDENTITAS BUKU
Judul buku : Epistimologi Ilmu Nahwu – Karakteristik Kitab al-Ajurumiyyah dan al-Nahwu al-Wadih.
Penulis : Andi Holilullah, S.Pd.I., M.A.
Penerbit : Trussmedia Grafika
Edisi terbit : Cetakan I, September 2018.
Tebal : x + 112; 14 x 21 cm.

B.     TENTANG BUKU
Buku yang ditulis oleh seorang pecinta, pengkaji sekaligus pengajar dalam ilmu gramatika arab ini merupakan buku yang mengulas tentang karakteristik kitab-kitab nahwu yang menjadi acuan pembelajaran gramatika bahasa arab bagi santri-santri Pondok Pesantren di Nusantara maupun seorang penimba ilmu dalam kajian ilmu Nahwu.
C.    PEMBAHASAN HASIL REVIEW BUKU

BAB I. KAJIAN EPISTIMOLOGI ILMU NAHWU
A.    Definisi Ilmu Nahwu
Jika ditinjau dari segi bahasa, kata nahwu adalah bentuk mashdar dari kata  نحا  - ينحو - نحوا  yang artinya ialah menuju, arah, sisi, seperti, ukuran, bagian, kurang lebih, dan tujuan. jika ditinjau dari segi istilah, ada dua pendapat mengenai ilmu nahwu, yaitu menurut kelompok Mutaqaddimin (ulama terdahulu) antara lain diwakili oleh Ibnu Jiniy (w. 302 H) bahwa ilmu nahwu adalah pedoman dalam memakai bahasa Arab berupa perubahan i’rab , seperti tatsniah, jamak taksir, idafah, nasab, tarkib, dan lain sebagainya agar orang-orang non-Arab dapat berbicara fasih dengan bahasa Arab seperti halnya orang Arab asli. Sedangkan menurut Muta’akhirin diwakili oleh Ibnu Malik (w. 672 H) bahwa ilmu nahwu merupakan ilmu yang digunakan untuk mengetahui keadaan akhir suatu lafadz, baik itu yang mu’rab ataupun yang mabni.
B.     Sejarah Ilmu Nahwu
Pada masa Sadr al-Islam, yakni masa Nabi Muhammad SAW sudah mulai ada gejala lahn (kesalahan dalam membaca harakat) namun masih relatif kecil sehingga tidak memerlukan penanganan yang serius. Terdapat penyimpangan-penyimpangan bahasa fusha pada masa sahabat yang disebabkan tidak sebatas pada bahasa komunikasi, akan tetapi sudah masuk ke wilayah bacaan al-Qur’an. Umar bin Khathab merasa prihatin sehingga ia mengeluarkan fatwa kepada seluruh penduduk untuk tidak membaca al-Qur’an sebelum mengetahui ilmunya.
C.     Ruang Lingkup Kajian Ilmu Nahwu
Ruang lingkup Ilmu Nahwu antara lain yaitu I’rab yang merupakan perubahan bunyi pada setiap akhir kata dalam struktur kalimat. Selain itu juga seperti relasi antar kata, makna nahwu, konsep kata ( tenses ), dan sebagainya.
D.    Tujuan dan Manfaat Ilmu Nahwu
Tujuan mempelajari ilmu nahwu adalah untuk menjelaskan perubahan bunyi akhir pada setiap kata dan kedudukan kata ( mawaqi’ al-i’rab ) sehingga ilmu nahwu terkadang identik dengan ‘ilm ali’rab yang mampu memudahkan kita dalam memahami bacaan al-Qur’an.
BAB II. KARAKTERISTIK KITAB AL-JURUMIYYAH DAN AL-NAHWU AL-WADIH
A.    Kitab al-Ajurumiyyah
Kitab ini dikenal dengan nama kitab al-Ajurumiyyah , sesuai dengan nama pengarangnya yang bernama Ibnu Ajrum. Kitab ini merupakan salah satu dari kitab Qawaid al-lugah al-‘arabiyyah , yang dijadikan sebagai rujukan penting dalam mempelajari ilmu nahwu. Kitab ini dinamakan dengan Muqaddimah Matn al-Ajurumiyyah karena kandungan materi yang ada dalam kitab ini disajikan dalam bentuk teks-teks, bukan baitbait ( Nazham ) seperti kitab Nazham Alfiyyah , ImritI, dan kitab nahwu lainnya.
B.     Kitab al- Nahwu al-Wadih
Kitab al-Nahwu al-Wadih ini dikarang oleh ‘Ali AlJarim dan Mustafa Amin. Kitab ini terdiri atas tiga jilid. Jilid pertama berwarna merah, jilid kedua kitab tersebut berwarna kuning, dan jilid ketiga berwarna hijau. Nama pengarang kitab ini tertulis di bagian kiri dan kanan, sementara nomor halaman tertulis dengan nomor Arab karena kitab ini secara keseluruhan murni menggunakan bahasa Arab.

BAB III. KAJIAN ILMU NAHWU DALAM KITAB AL- JURUMIYYAH DAN AL-NAHWU AL-WADIH
A.    Sistematika Kitab al-Ajurumiyyah dan al-Nahwu al-Wadih
Sistematika kajian kitab al-Ajurumiyyah ini menggunakan metode deduktif, yaitu metode yang menggunakan pengertian istilah dan penjelasan mengenai suatu materi, lalu diakhiri dengan contoh kalimatnya. Sedangkan sistematika kitab alNahwu al-Wadih menampilkan kajian ilmu nahwu dengan metode induktif, yaitu diawali dengan contoh-contoh terlebih dahulu agar dapat lebih mudah dipahami dan kemudian diakhiri dengan penjelasan serta kaidahnya.
B.      Landasan Epistemologis Kitab al-Ajurumiyyah dan Nahwu al-Wadih
Ilmu nahwu yang berasal dari mazhab Kufah itu timbul dan berkembang karena peran serta pengaruh yang besar dari mazhab Bashrah, sehingga dengan ini Kufah mampu berjaya dan berkembang pesat hingga Ibnu Ajrum yang menganut mazhab Kufah dan menulis karya berupa kitab al-Ajurumiyyah.
Mazhab Bashrah merupakan cikal bakal lahirnya ilmu nahwu yang pertama, di mana ilmu nahwu pada saat itu masih menjadi proses ilmu yang sedang mengalami perkembangan. Ilmu nahwu tumbuh dan berkembang dimulai dari tangan ulama kota Bashrah, yang kemudian menjadi pionir utama bagi mazhab lainnya, yaitu Mazhab Kufah, Baghdad, Andalusia, dan Mesir.
C.     Persamaan dan Perbedaan Kitab al-Ajurumiyyah dan al-Nahwu al-Wadih dari Segi Penggunaan Istilah Mazhab Nahwu

-          Persamaan
Persamaan dalam penggunaan istilah yang ditemukan oleh penulis dalam kedua kitab tersebut di antaranya ialah pada kitab al-Ajurumiyyah menggunakan istilah  التوكيد pada penggunaan kata penegasan dalam suatu kalimat, sedangkan pada Kitab al-Nahwu al-Wadih juga menggunakan istilah lafadz yang sama, yakni  التوكيد yang mana lafadz ini digunakan untuk penegas dalam suatu kalimat bahasa Arab.
-          Perbedaan
Perbedaan dalam penggunaan istilah yang ditemukan oleh penulis dalam kedua kitab tersebut, yaitu ada beberapa istilah nahwu yang ditemukan penulis dalam kitab al-Nahwu al-Wadih namun tidak ditemukan dalam kitab al-Ajurumiyyah , ini terjadi karena memang jumlah juz pembahasan dari kedua kitab tersebut juga memiliki perbedaan, yakni kitab al-Ajurumiyyah hanya ada satu jilid, sedangkan kitab al-Nahwu al-Wadih terdapat hingga tiga juz.
D.    KOMENTAR
Buku ini sangat bagus untuk dijadikan refrensi untuk pembelajaran ilmu tata bahasa arab terutama dalam ilmu nahwu. Karena buku ini menjelaskan secara detail karakteristik dari kitab-kitab ilmu nahwu.

BUKU “ RINGKASAN NAHWU SHARAF “


REVIEW BUKU
“ RINGKASAN NAHWU SHARAF “
Oleh : Prasetyo Adi Sutopo



PENDAHULUAN

A.    IDENTITAS BUKU
Judul buku : Ringkasan Nahwu Sharaf – Karakteristik Kitab Alfiyyah Ibnu Malik,
al-‘Imrithiy, dan Nazham al-Maqsud.
Penulis : Andi Holilullah, S.Pd.I., M.A. [et al.]
Penerbit : Trussmedia Grafika.
Edisi terbit : Cetakan I, April 2019.
Kota : Yogyakarta.
Tebal : xiv + 280; 15,5 x 21 cm.

B.     TENTANG BUKU
Buku karya bersama ini yang di prakarsai oleh Andi Holilullah, S.Pd.I., M.A. sebagai pengajar ilmu Nahwu dan Sharaf sekaligus Wali Kelas bagi anak bimbingnya merupakan buku yang mengulas tentang karakteristik kitab-kitab Nahwu dan Sharaf yang menjadi acuan pembelajaran gramatika bahasa arab bagi santri-santri Pondok Pesantren di Nusantara maupun seorang penimba ilmu dalam kajian ilmu Nahwu dan Sharaf. Kitab-kitab tersebut antara lain Kitab Alfiyyah karya Imam Ibnu Malik, al-Imrithiy karya Syekh Syarafuddin Yahya al-Imrithiy dan Nazham al-Maqsud karya Imam Ahmad Ibnu Abdurrahim.
Sebagaimana yang kita ketahui untuk memahami bahasa Arab bukanlah suatu hal instan, diperlukan pemahaman secara khusus seperti penguasaan ilmu Nahwu dan Sharaf dengan penuh ketelatenan. Dengan mempelajari ilmu Nahwu, seseorang akan menjadi mudah membaca dan mampu memahami perubahan kedudukan kata dalam kalimat bahasa Arab, dapat menentukan dengan benar harakat akhir dari setiap kata. Ilmu Sharaf pun tak boleh ditinggalkan oleh pembelajar dan pemerhati bahasa Arab, sebab Ilmu Sharaf merupakan pedoman untuk mengetahui sighat atau bentuk kalimat, tasgirnya, nisbatnya, jama’nya, i’lalnya, idghamnya, ibdalnya , dan lain-lain dalam proses pemahaman ilmu tata bahasa Arab.
            Dengan adanya buku karya bersama ini dengan segala kemampuan yang dimiliki berusaha menjelaskan materi-materi nahwu dan sharaf secara lugas dan terperinci, disertai contoh, tabel, dan tanya jawab seputar ilmu Nahwu dan Sharaf agar memudahkan para pembaca untuk memahaminya. Penulis berharap dengan karya yang telah disusun bersama ini dapat memberikan faidah,wawasan tentang ilmu Nahwu dan Sharaf secara luas kepada semua pihak, khususnya bagi para pemerhati, pengkaji dalam kajian ilmu tata bahasa Arab.

C.    PEMBAHASAN HASIL REVIEW BUKU

BAB I. KARAKTERISTIK KITAB ALFIYYAH IBNU MALIK, AL-‘IMRITHIY, DAN NAZHAM AL-MAQSUD.
A.    Kitab Alfiyyah Ibnu Malik
Kitab ini ditulis oleh Syeikh Muhammad bin Abdullah bin Malik al-Andalusiy, yang mana beliau terkenal dengan panggilan Ibnu Malik merupakan ulama’ abad 13 Hijriyah yang berasal dari Andalusia (sekarang Spanyol).
Kitab ini merupakan kumpulan Nazham yang mempelajari tata bahasa Arab, aturan-aturan tertentu sebagai patokan untuk membaca, menulis, serta mengarang dalam bahasa Arab itu sendiri yang masuk dalam tingkatan atas. Kitab ini dinamakan Alfiyyah karena memuat kumpulan bait sya’ir dalam bahar rajaz yang berjumlah 1002 bait. Kitab alfiyyah mempunyai keistimewaan tersendiri dibanding kitab Nazham lainnya, karena kitab ini mempunyai sistematika yang rapi, mencamtumkan beberapa perbedan diantara para ahli bahasa dengan melakukan tarjih, atas perselisihan pandangan dan pilihan bahasa yang digunakan sebagai sya’ir yang memiliki nilai sastra tinggi.
B.     Kitab al-Imrithiy
Kitab Nazham al-Imrithiy merupakan matan kitab al-Ajurumiyyah yang diubah bentuk kedalam bait-bait (nazham) oleh pengarangnya agar mempermudah dalam mempelajari dan memahami materi-materi yang disajikan dalam kitab al-Imrithiy. Dalam kitab al-Imrithiy ini menggunakan metode deduktif, pengarang menyajikan tema, lalu kaidah-kaidah dan dalam bagian akhir disajikan contoh-contoh dalam kalimat. Pembahasan dalam kitab al-Imrithiy terdiri dari 254 bait, dengan perincian;19 bait pembukaan, 228 bait inti, dan 5 bait penutup.
Kitab ini ditulis oleh Syeikh Syarafuddin Yahya bin Syeikh Badruddin Musa bin Ramadhan bin Umairah al-Imrithiy. Beliau dikenal dengan nama Syarafuddin Yahya al-Imrithiy yang merupakan seorang guru besar yang sangat alim dan shaleh yang derajatnya melebihi gelar professor pada tingkat pendidikan akademik saat ini.
C.     Kitab Nazham al-Maqsud
Kitab Nazham al-Maqsud merupakan kitab berupa bait-bait nazham bahar rajaz yang didalamnya terdapat beberapa bab dan fasal-fasal. Bait-bait kitab ini berjumlah 113 bait, terdiri dari muqaddimah sampai dengan penutup. Kitab ini secara garis besar terdapat dua bab yaitu: باب المصدر وما يشتقّ منه  dan باب المعتلات والمضاعف والمهموز . Kitab ini dikarang oleh Imam Ahmad ibn Abdurrahim al-Thahtawi as-Syafi’i yang merupakan sastrawan sekaligus ulama dari madzab Syafi’iyyah.
BAB II. MATERI ILMU NAHWU
Dalam bab ini penulis Andi Holillulah et.all memaparkan ringkasan ilmu nahwu yang terdiri dari 9 pembahasan antara lain : Al-Kalam, Al-I’rab, Huruf Jarr dan Huruf Qasam, sim-Isim yang dibaca Rafa’, Isim Nakirah dan Isim Ma’rifat, At-Tawabi’, Isim-Isim yang dibaca Jarr (Majrur), Al-fi’lu, ‘Amil Jawazim. Dari sembilan pembahasan tersebut memaparkan dengan diawali dengan definisi masing-masing pembahasan, pendapat ulama khusunya dibidang kajian gramatika Arab, dilengkapi dengan bagan dan tabel pembagian pembahasan, dan contoh setiap pembahasan.

A.    Kalam
Dalam pembahasan Kalam, dipaparkan bahwa Kalam dalam bahasa Indonesia disebut dengan kalimat, dalam bahasa Arab sendiri kalimat terkadang disebut jumlah mufidah terkadang juga disebut dengan kalam. Suatu ungkapan dapat disebut kalam apa bila memenuhi 4 syarat; Lafadz, Murakkab (tersusun), Mufid (memiliki makna), Bi al-Wadh’i (dengan disengaja). Selain itu ada pembagian kalam antara lain isim, fi’il, dan huruf. Dari pembagian tersebut masing-masing mempunyai tanda alamat. Pertama, tanda alamat isim berupa; huruf akhirnya sering dijarrkan, bertanwin, ber-alif-lam, kemasukan huruf jarr, kemasukan huruf qosam, kemasukan huruf nida’, dapat menjadi musnad ilaih. Kedua, tanda alamat fiil berupa : Qad, Siin, Saufa, Ta’ Ta’nits Sakinah, Ta’ Fa’il, Nun Taukid, Ya’ Dhamir Muannatsah Mukhotabah. Ketiga, tanda alamat huruf berupa : kalimat yang tidak disisipi tanda kalimat isim ataupun tanda fi’il.
B.     Al-I’rab
Disini penulis mendefinisikan I’rab merupakan perubahan syakal tiap-tiap akhir kalimat disesuaikan dengan fungsi ‘amil yang memasukinya, baik perubahan itu tampak jelas lafazhnya atau hanya dikira-kira kan keberadaanya. I’rab dibagi menjadi 4, antara lain : I’rab Rafa’, I’rab Nashab, I’rab Khafadh, I’rab Jazm. Selain itu ada pembagian I’rab yang masuk pada kalimat Isim, yaitu I’rab Rafa’, I’rab Nashab, I’rab Khafadh. Sedangkan pembagian I’rab yang masuk pada kalimat fi’il antara lain; I’rabRafa’, I’rab Nashab, I’rab Jazm.
C.     Huruf Jarr dan Huruf Qasam
Huruf Jarr merupakan huruf tertentu yang mengubah kata benda (Isim) menjadi majrur (huruf yang membuat huruf selanjutnya menjadi kasrah). Dalam bahasa Indonesia, huruf Jarr ini sama dengan kata depan seperti di, ke, dari, atas, dll. Ada perbedaan penyebutan Huruf Jarr dalam ilmu Nahwu antara lain, menurut ulama Bashrah menyebutnya dengan istilah Huruf Jarr, sedangkan ulama Kuffah menyebutnya dengan Huruf Khafadh.
Huruf Qasam sebenarnya termasuk kedalam huruf jarr, namun karena sering digunakan untuk Qasam (sumpah) maka akhirnya dipisahkan dengan hauruf jarr. Huruf Qasam dengan Huruf Jarr mempunyai kesamaan yaitu membuat huruf setelahnya berharakat kasrah. Huruf Qasam memiliki jumlah tiga yaitu واو,باء,تاء , dan dari semua jumlah tersebut mempunyai makna yang sama yaitu “demi”.
D.    Isim-Isim yang dibaca Rafa’
Kalimah Isim yang dibaca Rafa’, Penulis membagi kedalam tujuh macam antara lain : 1. Fa’il. 2. Maf’ul yang tidak disebutkan Fa’ilnya (naibul fa’il). 3. Mubtada’. 4. Khobarnya Mubtada’. 5. Isimnya كان dan saudara-saudaranya. 6. Khabarnya ّإن dan saudaranya. 7. Isim yang mengikut pada isim yang dibaca Rafa’ yang mana jumlahnya ada empat yaitu Na’at, athaf, taukid dan badal.
E.     Isim Nakirah dan Isim Ma’rifat
1.      Isim Nakirah
Penulis mengutip dari bait Alfiyyah, bahwa isim nakirah terbagi menjadi dua kategori yaitu: Setiap isim yang bisa dimasuki أل (alif-lam) dan alif-lam tersebut mempengaruhi makna isim yang dimasukinya, dan Isim yang tidak bisa dimasuki alif-lam tapi mempunyai makna sama dengan isim yang bisa menerima alif-lam serta memberi pengaruh.
2.      Isim Ma’rifat
Menurut bait Alfiyyah, pengertian isim ma’rifat adalah setiap isim yang tidak termasuk oleh isim nakirah, yakni setiap isim yang bisa dimasuki alif-lam, tetapi aliflam itu tidak mempengaruhi makna isim tersebut. Isim ma’rifat ada enam macam antara lain; Isim dhomir seperti هو أنت نحن أنا , kemudian isim ‘alam seperti lafazh هند, isim isyarah seperti lafazh  ذا ,ذي, isim maushul seperti lafazh الذي, isim yang dima’rifatkan dengan أداةالتعريف , yaitu alif dan lam, seperti lafazh الغلام, dan isim yang di-idhafat-kan kepada salah satu di antara kelima isim ma’rifat tersebut.
F.       At-Tawabi’
Tawabi’ merupakan jamak dari kata تابع yang berarti yang mengikuti, maksudnya adalah isim-isim yang mengikuti pada lafazh sebelumnya dalam hal i’rabnya. Tawabi’ ada empat macam, yaitu na’at, athaf, taukid, dan badal.
G.    Isim-Isim yang Dibaca Jarr (Majrur)
Penulis memaparkan dua poin penting dalam isim-isim yang dibaca Jarr , yaitu; pertama, tanda-tanda jarr isim, dan kedua tempattempat jarrnya isim.
1.      Tanda-Tanda Isim yang Dijarrkan
Pada dasarnya jarr ditandai dengan kasrah, akan tetapi bisa juga diganti atau dengan menggunakan ya’ pada isim mutsanna, jama’ mudzakar salim dan asma’ al khamsah.
2.      Tempat-tempat jarr nya isim
Isim-isim yang dibaca khafadh (majrur) terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu : isim yang terletak setelah huruf jarr, isim yang tersusun dalam bentuk idhafah (menjadi mudhaf ilaih), isim yang mengikuti isim sebelumnya yang dibaca jarr (tawabi’).
H.    Al-fi’lu
Fi’il atau kata kerja terbagi menjadi 4 yaitu fi’il madhi, fi’il mudhari, fi’il amr dan fi’il nahyi.
1.       Fi’il Madhi adalah fi’il atau kata kerja yang menerangkan suatu perbuatan yang telah terjadi atau perbuatan di masa lampau. Contoh : ضرب
2.      2. Fi’il Mudhari adalah fi’il yang menunjukan kejadian masa sekarang atau bisa juga masa yang akan datang. Contoh : يضرب
3.      Fi’il amr  merupakan kata perintah. Karena merupakan perintah fi’il amr pastilah belum terjadi sehingga fi’il amr merupakan kata kerja yg ditunjukan untuk waktu yg akan datang atau istiqbal. Contoh : أضرب
4.      Fi’il nahyi merupakan bentuk gabungan dari laa  (لا) nahyi laa (( لا ) untuk melarang) dengan fi’il mudhari. Contoh : لاتضرب
I.       ‘Amil Jawazim
Dalam kitab Jami’u Durus al-‘Arabiyah yang dikarang oleh Syaikh Mustofa Al-Ghulayani dijelaskan bahwa ‘amil adalah lafazh yang menimbulkan rafa, atau nashab, atau jazm ataupun jarr pada lafazh yang mengiringinya. Secara umum pengertian ‘Awamil jazm adalah perabot dari beberapa huruf hijaiyah yang merubah kalimat menjadi i’rab jazm. Dalam kitab Mutammimah, ‘amil jawazim itu ada berjumlah 18 huruf antara lain : إن,ما,من,مهما,إذ ما,أيّ,متى,أيّان,أين,أنّى,حيثما,لم,لمّا,ألمّا,ألّم,لام الأمر,لافى النهى,والدّعاء,لافى الطّلب.

BAB III. MATERI ILMU SHARAF
A.    Tashrif
Tashrif al-kalimat adalah mengolah kata dari suatu bentuk menjadi beberapa bentuk lain berdasarkan peraturan atau kaidah-kaidah yang telah ditentukan.
B.     I’lal
I’lal adalah merubah huruf illat seperti wawu, alif dan ya’, supaya ringan dan mudah dalam mengucapkannya.
C.     Fi’il Shahih
Fi’il shahih adalah fi’il yang tidak ada huruf illat (حرف علة) nya. Fi’il shohih ada tiga yaitu :
1.      Shahih salim: fi’il shahih yang tidak ada hamzah dan tasydidnya.
2.      Shahih mahmuz: fi’il shahih yang ada hamzahnya baik terletak pada , dan  fi’ilnya.
3.      Shahih mudha’af: fi’il shahih yang ada tasydidnya atau yang ‘ain dan lam fi’ilnya berupa huruf yang sejenis jika berasal dari fi’il tsulasi.

D.    Fi’il Mu’tall
Fi’il mu’tall adalah fi’il yang ada huruf illatnya (حرف علة), huruf illat terdiri atas: (alif), (wawu), (ya’). Fi’il Mu’tall dibagi menjadi lima yaitu:
1.      Mu’tall mitsal: fi’il mu’tall yang fa’ fi’ilnya berupa huruf illat.
2.      Mu’tall ajwaf: fi’il mu’tall yang ‘ain fi’ilnya berupa huruf illat.
3.      Mu’tall naaqis: fi’il mu’tall yang lam fi’ilnya berupa huruf illat.
4.      Mu’tall lafif maqrun: fi’il mu’tall yang ‘ain fi’ilnya berupa huruf illat.
5.      Mu’tall lafif mafruq: fi’il mu’tall yang fa’ dan lam fi’ilnya berupa huruf illat.

E.     Fi’il Tsulatsi  Mujarrad dan Mazid
Fi’il Tsulatsi Mujarrad adalah fi’il yang terdiri dari tiga huruf pada fi’il Madhi dan sepi dari huruf tambahan.
Fi’il Tsulatsi Mazid adalah fi’il yang mendapatkan huruf tambahan dari huruf aslinya, baik dengan tambahan satu huruf, dua huruf dan tiga huruf.
F.      Fi’il Ruba’i Mujarrad dan Mazid
Fi’il ruba’i mujarrad adalah satu bangunan kata (kalimah) yang fi’il madhinya terdiri dari empat huruf yang semuanya asli.
Fi’il ruba’i mazid adalah satu bangunan kata (kalimah) yang fi’il madhinya terdiri dari empat huruf asal dengan beberapa huruf tambahan.
BAB IV. TANYA JAWAB NAHWU SHARAF
Dalam bab ini penulis, merangkai sebuah pertanyaan tentang materi nahwu dan sharaf yang telah disediakan dalam buku ini disertai dengan jawaban dan refrensi yang dituju.

D.    KOMENTAR UNTUK BUKU INI
Buku ini sangat bagus sekali bagi para pembelajar ilmu alat tata bahasa Arab baik itu dari kalangan umum maupun santri karena buku ini menyajikan secara detail setiap pembahasan disertai contoh dan tanya jawab. Buku ini bisa menjadi sumber refrensi yang bisa dipertanggungjawabkan karena dalam setiap materi pembahasan mencantumkan sumber refrensi penulis sebagai landasan untuk membuat buku ini.













Minggu, 18 Desember 2016

PENGERTIAN ILMU TAUHID DAN MACAM-MACAMNYA

Pengertian Ilmu Tauhid

Menurut arti harfiah tauhid itu ialah “mempersatukan”, berasal dari kata “wahid” yaitu “satu” yang berarti Keyakinan tentang satu atau esanya Tuhan dan segala pikiran dan teori berikut dalil-dalilnya yang menjurus kepada kesimpulan bahwa tuhan itu satu.[1]
Dinamakan Ilmu Tauhid karena tujuannya menetapkan ke-Esaan Allah dalam zat dan perbuatannya dalam menjadikan alam semesta dan hanya Allah lah yang menjadi tempat tujuan terakhir alam ini. Prinsip inilah yang yang menjadi tujuan utama dari pada ajaran Nabi Muhammad Saw.[2]

Pembagian Macam-Macam Ilmu Tauhid

A.    Tauhid asma wa sifat ( tauhid tentang dzat,nama-nama, dan sifat-sifat Allah)

Asma-asma Allah yang berbagai macam dan Maha Tinggi tidak dapat diketahui kecuali dengan jalan wahyu Ilahi. Allah lebih tahu tentang nama-namaNya dari pada pengetahuan yang dimiliki hamba-hambaNya. Walaupun seorang nabi atau rasul yang telah diberi keistimewaan dari manusia lainnya yang tidak mendapat hidayah wahyu ilahi, tidak akan mampu menyamai pengetahuan Allah. Untuk mengenal Allah dengan segala sifat-sifatNya yang tinggi,nama-namaNya yang baik, keagungan dan keindahan yang dimilikiNya, manusia harus bepegang teguh pada dua prinsip:
1.      Jangan sampai menamakan Allah dengan nama yang tidak digunakan untuk menamakan diriNya,tidak disebutkan dalam Kitab-kitabnya,maupun tidak pernah keluar dari lidah Nabi-nabiNya.
2.      Sesungguhnya tiada manusia yang bisa menyamai Allah. Baik dalam perbuatan,perkataan,maupun sifat-sifatNya. Secara Syar’i maupun secara akal tidak akan dapat menerima. Mustahil jika ada manusia yang menyamai Allah.

Sifat-sifat Allah yang telah dipercayai oleh orang mukmin tersebut mustahil jika ada yang menyamai dengan sifat-sifat Makhluknya. Tentu berberbeda jauh sekali antara khaliq(pencipta) dengan makhluk(ciptaanNya).[3]

Adapun Satu atau Esa dalam sifatNya berarti:
1.      Satu persatunya sifat Allah itu hanya satu,tidak terdiri dari bagian-bagian. Misalnya sifat kudrat itu satu dan tidak terbagi-bagi, sifat ilmu satu dan tidak terbagi-bagi. Begitu juga lain-lain sifat. Berbeda dengan sifat manusia,misalnya kekuatan atau kekuasaan yang selalu terbagi-bagi,sebab kekuatan dan kekuasaan manusia tidak bisa meliputi segala keadaan,segala suasana dan segala zaman. Ilmu alam,ilmu ukur, dsb.
2.      Tidak ada yang memiliki sifat Allah. Kekuatan/kemampuan atau kekuasaan atau kudrat manusia tidak sama dengan kekuasaan atau kudrat Allah. Ilmu pengetehauan manusia tidak sama dengan ilmu Allah. Segala perkiraan yang mempersamakan sifat Allah dengan sifat makhluknya itu tidak benar.[4]

B.     Tauhid Rububiyah

Rububiyah berasal dari kata “Rabb” yang mempunyai arti mencipta,memberi rezeki,memelihara,mengelola dan memiliki. Allah adalah satu-satunya Zat Yang Maha Mencipta,Memberi Rezeki,Memelihara,Mengelola dan Memiliki.[5]
Tauhid Rububiyah ialah suatu kepercayaan, bahwa yang diciptakan alam dunia beserta isinya ini,hanya Allah sendiri tanpa bantuan siapapun. Dunia ini ada, tidak berada dengan sendirinya tetapi ada yang menciptakan dan ada pula yang menjadikan yaitu Allah SWT.[6]
Allah ialah Rabb yang benar untuk seluruh alam. Hanya dia lah yang menyandang sifat Rububiyah ini,tanpa ada sekutu denganNya. Dia tidak mempunyai sekutu dalam sifat-sifat Rububiyah yang benar, yaitu penciptaan,perencanaan,pengaturan,dan pemberian rizki.
Dia menganugerahkan, memberi,melarang,atau mencegah,menyengsarakan,memberi manfaat,memuliakan,maupun merendahkan.[7]

C.     Tauhud Uluhiyah

Tauhid Uluhiyah adalah mengEsakan Allah Ta’ala dan beribadah kepadaNya sesuai syariat yang telah ditetapkan,sehingga manusia akan menyerahkan atau menggantungkan dirinya kepada Allah agar mendapat rahmat dariNya. Tiada sesuatu yang dapat diserahi semua itu selain Allah.[8]
Manusia bersujud kepada Allah, Allah tempat meminta,Allah tempat mengadukan nasibnya, manusia wajib mentaati perintah dan menjauhi laranganNya. Semua yang berupa kebaktian langsung kepada Allah, tanpa perantara. Allah melarang menyembah selainNya, seperti menyembah batu,menyembah matahari apalagi menyembah manusia. Itu semua perbuatan syirik yang sangat besar dosanya dan dibenci oleh Allah,bahkan Allah tidak akan mengampuni dosa musyrik itu.[9]













BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Dari semua penjelasan yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa:

·         Ilmu Tauhid adalah ilmu yang mempelajari tentang meniadakan persamaan terhadap dzat Allah,sifat-sifat,perbuatan,sekutu,ketuhanannya maupun ibadahNya dan segala pikiran dan teori berikut dalil-dalilnya yang menjurus kepada kesimpulan bahwa tuhan itu satu.

Adapun macam-macam ilmu tauhid,sebagai berikut:
a.       Tauhid asma wa sifat: yaitu meyakini dan mengagungkan dzat,nama-nama,dan sifat-sifat Allah karena manusia tidak akan bisa menyamai dzat,nama-nama maupun sifat-sifat yang dimiliki oleh Allah.
b.      Tauhid Rububiyah : yaitu meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya Zat Yang Maha Mencipta,Memberi Rezeki,Memelihara,Mengelola seluruh MakhlukNya.
c.       Tauhid Uluhiyah : yaitu mempercayai dan menyakini sepenuhnya bahwa Allah-lah yang berhak menerima semua peribadatan makhluk dan hanya Allah sajalah yang sebenarnya dan yang harus disembah.


[1] Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap,cetakan kedua (Jakarta: RINEKA CIPTA ,1996), halm. 1
[2] Ibid, Halm. 3
[3] Abu Bakar Jabir Al-Jazairi,Aqidah seorang Mukmin,cetakan I (Solo:PUSTAKA MANTIQ,1994),halm. 83-85
[4] Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap,cetakan kedua (Jakarta: RINEKA CIPTA ,1996), halm. 19
[5] Yunahar Ilyas,Kuliah Aqidah Islam,cetakan kesembilan belas (Yogyakarta:Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam,2016), halm. 20
[6] Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap,cetakan kedua (Jakarta: RINEKA CIPTA ,1996), halm. 20
[7] Abu Bakar Jabir Al-Jazairi,Aqidah seorang Mukmin,cetakan I (Solo:PUSTAKA MANTIQ,1994),halm. 87
[8] Abu Bakar Jabir Al-Jazairi,Aqidah seorang Mukmin,cetakan I (Solo:PUSTAKA MANTIQ,1994),halm. 99
[9] Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap,cetakan kedua (Jakarta: RINEKA CIPTA ,1996), halm. 17



DAFTAR PUSTAKA

Zainuddin. Ilmu Tauhid Lengkap. 1996. Jakarta:RINEKA CIPTA.
Abu Bakar Jabir Al Jazairi. Aqidah Seorang Mukmin. 1994. Solo:PUSTAKA MANTIQ
Ilyas Yunahar. Kuliah Aqidah Islam. 2016. Yogyakarta:Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI)